nusakini.com--Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) kembali menerima predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Meski demikian, Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengakui masih ada sedikit catatan dari Presiden RI, namun tidak sebanyak dari tahun sebelumnya.

"Untuk Kementerian PANRB ada sedikit catatan walau tidak sebanyak tahun sebelumnya, padahal standar sudah jauh lebih tinggi, sehingga mempertahankan predikat wajar tanpa pengecualian dirasa perlu diapresiasi," katanya usai acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas LKPP tahun 2015 di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/6). 

Untuk memenuhi amanat Undang-Undang dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015 kepada Presiden Joko Widodo.

Sesuai hasil pemeriksaan BPK sebanyak 56 Kementerian/Lembaga (K/L) memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kemudian 26 K/L memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 4 K/L yang memperoleh opini Tidak Memberikan Pendapat atau TMP atau disclaimer. 

“Yang pertama yang disclaimer, supaya diingat-ingat, supaya tahun yang akan datang tidak. Yang pertama Kementerian Sosial, yang kedua Kementerian Pemuda dan Olahraga, yang ketiga TVRI, yang keempat Komnas HAM. Sudah, yang lain-lain sudah enggak tegang lagi. Hanya empat, ini perlu menjadi catatan, yang 4 catatan,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutannya. 

Dalam menyikapi laporan BPK itu, menurut Presiden Jokowi, intinya bukan pada predikat yang diraih tetapi hasil pemeriksaan ini harus diterima sebagai momentum untuk perbaikan, momentum untuk pembenahan, dan hasil pemeriksaan BPK menjadi pekerjaan rumah untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan negara. 

“Kita harus bekerja lebih keras lagi karena esensi dari transparansi dan akuntabilitas adalah pertanggungjawaban moral pada konstitusional dan terhadap rakyat,” tutur Jokowi. 

Dalam kesempatan tersebut, Harry Azhar Aziz mengatakan jika LHP tersebut sebelumnya telah disampaikan melalui surat kepada DPR, DPD, dan Presiden pada 27 Mei 2016. Dikatakannya LKPP merupakan bentuk pertanggung jawaban pelaksanaan APBN oleh pemerintah pusat. 

"Pertanggung jawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP sebelum menjadi undang - undang harus diperiksa BPK," jelas Azhar. 

Ia menyebutkan dalam realisasi APBN tahun 2015, pemerintah melaporkan realisasi pendapatan sebesar Rp 1.508,02 triliun atau turun sebesar 2,74% jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp 1.550,49 triliun. Dari pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2015 sebesar Rp 1.240,41 triliun atau hanya 83,29 % dari anggaran sebesar Rp 1.489,25. 

"Pemerintah telah menerbitkan tujuh laporan keuangan sesuai SAP berbasis akrual meliputi laporan realisasi APBN, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan," ucapnya. (p/ab)